SEGITIGA API

 

Segitiga Api

 

Api adalah proses Oksidasi super cepat yang menghasilkan Panas, Cahaya, dan produk lainnya. Api dapat terbentuk jika ketiga elemen dalam segitiga api tersedia dan dalam jumlah yang sesuai. Ketiga elemen tersebut adalah: Zat Pengoksidasi (Oksigen), Bahan Bakar, dan Panas. Jika salah satu elemen dikurangi jumlahnya ataupun dihilangkan, maka Api pun tidak akan terbentuk atau padam.

Zat Pengoksidasi

Beberapa yang termasuk dalam zat pengoksidasi adalah: Oksigen, Gas Fluorine, Ammonium Perchlorate, Chlorine Trifluoride, dan lainnya. Namun yang umumnya tersedia dan sebagai zat pengoksidasi terbanyak adalah Oksigen. Udara mengandung sekitar 20,8% Oksigen. Semakin banyak kandungan Oksigen dalam udara, maka akan semakin meningkatkan potensi munculnya api dan juga meningkatkan pelepasan energi panas dari api sehingga otomatis juga meningkatkan kekuatan ledakan. Oleh karena itu, Oksigen dalam konsentrasi tinggi seperti dalam tabung Oksigen ataupun Oksigen cair haruslah mendapatkan perhatian khusus! Oleh sebab itulah tabung Oksigen harus diberi jarak dari tabung Bahan Bakar Acetylene. Kebanyakan pada sistem pemadaman api (yang fokus pada Zat Pengoksidasi) diperuntukkan memadamkan Api yang Zat Pengoksidasinya adalah Oksigen (contohnya: CO2 dan Karung basah). Tentunya hal ini tidak efektif untuk pemadaman Api dengan Zat Pengoksidasi yang bukan Oksigen. Selain itu, hal yang penting untuk diketahui juga adalah Oksigen sangatlah reaktif terhadap Oli dan Gemuk (Grease).

Bahan Bakar

Bahan bakar diantaranya adalah: Kayu, Batu Bara, Bensin, Solar, Gas LPG (Elpiji), Gas Metana, Gas Acetylene dan lainnya. Untuk semua Bahan bakar yang berupa cairan seperti Bensin dan Solar, sebenarnya yang terbakar adalah uapnya. Uap Bahan bakar bercampur dengan Oksigen dengan takaran yang cukup kemudian diberi panas yang suhunya diatas titik suhu swasulut (Autoignition temperature) maka akan terjadi Api. Semakin mudah Bahan bakar cair tersebut menguap, maka akan semakin mudah Bahan bakar tersebut terbakar. Suhu lingkungan juga mempengaruhi penguapan yang terjadi pada suatu bahan bakar. Semakin tinggi suhu lingkungan sekitar, maka akan semakin besar pula penguapan yang terjadi.

Api tidak akan terjadi jika jumlah Bahan bakar terlalu banyak atau terlalu sedikit dibandingkan dengan Oksigen. Api akan terjadi jika komposisi Bahan Bakar dan Oksigen berada diantara batasan tertentu. Batasan tersebut adalah Lower Explosive Limit (LEL) dan Upper Explosive Limit (UEL). Lower Explosive Limit (LEL) adalah batasan/ambang jumlah persentase Bahan Bakar minimum diudara untuk campuran Bahan Bakar dan udara tersebut dapat terbakar. Upper Explosive Limit (UEL) adalah batasan/ambang jumlah persentase Bahan Bakar maksimum diudara untuk campuran Bahan Bakar dan udara tersebut dapat terbakar.

 

Upper Explosive Limit (UEL)

Tidak dapat terbakar

Terlalu sedikit Oksigen

Zona dapat Terbakar (FLAMMABLE)

Lower Explosive Limit (LEL)

Tidak dapat terbakar

Terlalu sedikit Bahan Bakar

Masing-masing Bahan Bakar mempunyai nilai LEL dan UEL yang berbeda-beda. Nilai LEL dan UEL untuk satu Zat yang sama akan bervariasi tergantung pada kandungan Oksigen, suhu dan tekanan sekitar. Biasanya patokan yang dipakai adalah kandungan Oksigen 20,8%, 25 derajat Celcius dan tekanan 1 ATM. Semakin banyak Oksigen, maka semakin besar rentang Zona dapat Terbakar (Flammable) Bahan Bakar tersebut. Sehingga meningkatkan potensi munculnya Api.

 

Zat

LEL

(% diudara)

UEL

(% diudara)

Gas LPG (Elpiji)

1,8 – 2,2

8,4 – 9,5

Bensin (Oktan 100)

1,4

7,6

Solar

0,6

7,5

Acetylene

2,5

100

Ethylene

2,7

36

Hydrogen

4

75

Methane

5

15

Propane

2,1

10,1

Adalah penting untuk mengetahui kearah mana Bahan Bakar uap dan gas cenderung bergerak dan terkonsentrasi diudara. Hal ini dapat diketahui dengan cara melihat nilai Massa Jenis Relatif Bahan Bakar tersebut terhadap udara. Relatif disini dikarenakan udara dijadikan patokan perbandingannya. Nilai Massa Jenis Relatif udara ditentukan menjadi 1. Zat yang mempunyai nilai Massa Jenis Relatif yang lebih besar dari 1 dikatakan lebih berat dari pada udara sehingga akan cenderung bergerak kebawah dan berkumpul dekat dengan permukaan tanah. Zat yang mempunyai nilai Massa Jenis Relatif yang lebih kecil dari 1 dikatakan lebih ringan dari pada udara sehingga akan cenderung bergerak keatas. Dengan mengetahui Massa Jenis Relatif Bahan Bakar, kita dapat:

  1. Efektif menempatkan Detektor Gas
  2. Menempatkan sistem ventilasi yang sesuai
  3. Menjauhkan posisi sumber panas dari tempat berkumpulnya Bahan Bakar

 

Sebagai contoh untuk bahan bakar Gas LPG (Elpiji) yang mempunyai Massa Jenis Relatif 1,5 – 2 yang mana lebih berat dari pada udara, maka kompor gas (sumber panas) sebaiknya diletakkan jauh lebih tinggi dari pada posisi tabung gasnya. Tabung gas sebaiknya berada ditempat yang mempunyai ventilasi yang baik atau ditempat terbuka. Sehingga jika terjadi kebocoran gas elpiji, sumber panas (kompor) tidak dapat memicu Api.

 

Zat

Massa Jenis Relatif

Udara

1

Gas LPG (Elpiji)

1,5 – 2

Uap Bensin

3 – 4

Uap Solar

4,5

Acetylene

0,9

Ethylene

0,97

Hydrogen

0,07

Methane

0,55

Propane

1,56

Panas

Setelah Bahan Bakar dan Zat Pengoksidasi (Oksigen) tersedia, kini tinggal membutuhkan Panas agar tercipta Api. Beberapa contoh sumber panas adalah sebagai berikut: Sinar Matahari, Korek Api, Pemantik pada kompor gas, Mengelas, Menggerinda, Mesin yang sedang bekerja, Percikan Listrik, Petir, Listrik Statis, Korsleting listrik (Hubungan pendek), Perangkat Elektronik, Peralatan listrik, Lampu, Reaksi Kimia, Thermite Reaction, Frekuensi Radio, Gesekan/Hantaman, Permukaan Pipa Panas, dan lainnya.

Pergerakan elektron (Arus Listrik) merupakan dasar dari kebanyakan sumber panas yang disebutkan diatas. Seperti dalam Hukum Joule 1 yang dapat diartikan: Ketika Arus Listrik melalui Resistansi dalam satu waktu, maka akan tercipta Panas (Q = I2 R t). Semakin besar Arus Listriknya, maka semakin besar pula Panas yang dihasilkan. Begitu pula jika semakin besar Resistansinya, maka semakin besar pula Panas yang dihasilkan. Semua material yang digunakan sebagai penghantar listrik memiliki nilai Resistansi terkecuali Superkonduktor. Jadi pada dasarnya setiap peralatan yang menggunakan listrik maka pasti akan menimbulkan Panas. Udara memiliki nilai Resistansi yang cukup besar yang mana bila Arus Listrik melaluinya (Percikan Listrik/Lompatan bunga Api) maka akan membangkitkan Panas yang cukup besar pula. Hal ini merupakan prinsip kerja dari Las Listrik dan Busi. Percikan listrik normal terjadi pada: Breaker, MCB, MCCB, Disconnector, Load Break Switch, Relay, Kontaktor, Saklar/Switch lampu, Starter lampu, dan lainnya.

Setiap Bahan Bakar mempunyai nilai suhu Swasulut (Autoignition temperature) yang berbeda-beda. Suhu Swasulut adalah suhu minimum yang dibutuhkan agar Bahan Bakar dapat terbakar seketika.

 

Zat

Suhu Swasulut (°C)

Solar

210

Bensin

247–280

Acetylene

305

Gas LPG (Elpiji)

410-580

Ethylene

425

Propane

470

Methane

537

Hydrogen

560

Besar nilai suhu Swasulut sangat dipengaruhi oleh jumlah Zat Pengoksidasi (Oksigen). Semakin banyak Oksigen, maka akan semakin rendah suhu Swasulut yang diperlukan. Hal ini tentunya meningkatkan potensi munculnya Api.

Ketika ketiga elemen dari segitiga tercukupi dan Api sudah terjadi, maka akan terjadi Reaksi Berantai (Chain Reaction) yang mana Api akan menghasilkan panas untuk dirinya sendiri sehingga tidak memerlukan sumber panas dari luar. Reaksi Berantai ini kemudian menjadi elemen keempat dalam Segi Empat Api (Fire Tetrahedron). Hal ini berarti jika Reaksi Berantai ini dihilangkan, maka Api pun akan padam.

 
 

Sumber dan referensi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *